InstitutAgama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas. Tema: Batu Betarup
TranslatePDF. 12/13/2015 Catatan Perjalanan Di Sepanjang Pengembaraan Kata Andiko Sutan Mancayo BATAM 2015 fDaftar Isi Kata Pengantar Penulis Perenungan Sastrawi Puisiku Cerpenku Catatan Perjalanan Dendang Kuliner 1 fKata Pengantar Penulis Kami bangsa Minangkabau, berladang di kata-kata, dimana rasa dan periksa dirawikan sehingga disitu garis
Cerita Rakyat Sambas adalah cerita legenda daerah yang berkembang secara turun-temurun di Benua Sambas (bekas wilayah Kesultanan Sambas) yang masih di pelihara oleh masyarakat Sambas dan kadang dipercayai kebenarannya sebagai suatu peristiwa nyata yang pernah terjadi, namun tidak sedikit orang yang menganggapnya hanya mitos dan fiktif belaka.
jGtu.
- Para pendahulu setiap masyarakat di manapun selalu menanamkan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi yang kemudian diyakini sebagai blue-print yang menjadi penuntun dalam perjalanan hidupnya. Nilai dan konsepsi itu menjadi pedoman dalam tingkah laku. Tingkah laku setiap individu dan kelompok dan ekspresi-ekspresi simbolik mereka telah banyak diteliti oleh para ahli ilmu-ilmu sosial untuk melihat lebih jauh proses dan tujuan pewarisan nilai dan konsepsi tersebut dilakukan. Clifford Geertz mengatakan bahwa sistem pewarisan konsepsi dalam bentuk simbolik merupakan cara bagaimana manusia dapat berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap kehidupan Geertz, 1973 89. Para pendahulu masyarakat Sambas telah mengajarkan nilai moral kepada generasinya dalam cerita rakyat yang pada masanya merupakan sebagai sarana pendidikan budi pekerti. Kita sebagai generasi muda yang peduli akan kekayaan budaya leluhur Sambas harus selalu menjaga keeksistensiannya dan melestarikannya agar tidak punah, satu diantaranya adalah sastra daerah Sambas yang berbentuk lisan maupun tulisan. Menurut saya, sastra daerah merupakan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. Cerita rakyat merupakan salah satu sastra daerah yang perlu dilestarikan keberadaannya, yang dituturkan secara lisan oleh para pendahulu kita. Cerita rakyat yang pada mulanya dilisankan selain berfungsi untuk menghibur, juga dapat memberikan pendidikan moral. Kali ini saya akan review cerita rakyat yang berasal dari Negeri Sambas, yaitu 'Legenda Mak Miskin Dan Asal Usul Batu Betarup'. Legenda Mak Miskin Dan Asal Usul Batu Betarup adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang ceritanya dihubungkan dengan Mak Miskin, telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistimewaan tokohnya. Batu Betarup adalah sebuah batu yang membukit seperti Tarup dan hingga saat ini masih bisa dijumpai di Desa Tempapan Hulu, Kecamatan Galing , Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Inilah cerita singkatnya Cerita tersebut berkembang secara lisan dari mulut ke mulut dan tidak jelas siapa pengarangnya. Untuk di lapangan, mungkin kita akan menjumpai cerita yang sama dengan versinya masing-masing. Ada sebuah cerita rakyat dari Suku Dayak Mayau yaitu Legenda Bukit Sebomban, alasan saya menceritakan kembali Legenda Bukit Sebomban karena nilai moral dan ceritanya mirip dengan cerita rakyat dari Sambas yaitu Legenda 'Mak Miskin' Dan Asal Usul Batu Betarup. Suku Dayak Mayau adalah sub suku Dayak yang tersebar di Kabupaten Sanggau. Menurut Lukas Kibas dalam bukunya "Bidoih Mayau" bahwa suku dayak Mayau berasal dari wilayah sambas Sungkung yang terdesak oleh orang-orang pantai suku Melayusehingga mereka mencari wilayah yang baru ke daerah pedalaman. Akhirnya mereka sampai juga pada suatu tempat yang cocok dan subur untuk bertani maka mereka mendirikan pemukiman awal persisnya sekarang terletak gunung sebomban atau mungkin pula kampung ini bernama sebomban pemukimannya dekat dengan sungai Mayau yang kelak akhirnya kampung ini terkubur dan menjadi sebuah bukit akibat tulah dan menjadi legenda bagi masyarakat suku dayak Mayau. Ini cerita singkatnya yang saya kutip dari wikipedia Pada suatu masa hiduplah seorang nenek dengan cucunya mereka tinggal di dalam hutan jauh dari perkampungan di sebuah gubuk reot. Mereka hidup dikucilkan oleh orang kampung karena orang kampung tidak suka melihat mereka berdua. Sang nenek dan si cucu hidup dari hasil hutan food gathering dengan peranti dan perkakas apa adanya. Cerita ini bermula ketika orang kampung mengadakan pesta gawai panen padi selama tujuh hari tujuh malam karena panen yang mereka dapat tahun ini melimpah ruah. Mereka mengundang kampung tetangga dari keempat penjuru untuk pergi ke pesta gawai yang diadakan oleh orang kampung, tapi satu kesalahan yang orang kampung buat yaitu tidak turut mengundang sang nenek dan sang cucu karena adat istiadat pada zaman itu apabila mengadakan gawai semua orang harus diundang ke dalam pesta tersebut kalau tidak akan mendapat petaka. Pada suatu hari pergilah sang cucu tersebut ke kampung karena mendengar kabar bahwa orang kampung mengadakan pesta gawai dari orang-orang kampung tetangga berangkat ke pesta gawai. Si cucu maklumlah masih kecil maka dia pun berangkat menghadiri pesta tersebut tetapi sesampai di sana bukannya kemeriahan yang dia dapat tetapi si cucu mendapat perlakuan yang kasar dari orang kampung, dicemooh dan diusir. Dengan perasaan sedih dia pulang menemui neneknya dan menceritakan perlakuan orang kampung kepada neneknya. Sang nenek terenyuh hatinya mendengar cerita cucunya karena kasihan kepada cucunya lalu sang nenek menyuruh sang cucu kembali lagi ke kampung siapa tahu ada orang kampung yang masih menaruh perhatian kepada mereka. Akhirnya sang cucu pun menuruti keinginan neneknya untuk kembali ke kampung tapi apa yang terjadi perlakuan orang kampung sama seperti yang sudah-sudah malahan lebih kasar lagi layaknya seperti binatang dengan memberi si cucu tersebut dengan daging yang terbuat karet latek yang rasanya hambar dan alot. Si cucu membawa daging tersebut pulang kepada neneknya, sesampai di gubuk si cucu menyerahkan daging pemerian orang kampung tersebut kepada neneknya dan nenek itu memakan daging pemerian si cucu tetapi daging tersebut alot untuk dimakan dan setelah tahu bahwa daging pemerian dari orang kampung tersebut palsu maka murkalah sang nenek dan berkata "Celakalah orang kampung karena telah memperlakukan kita seperti binatang" geramnya. Lalu sang nenek menyuruh si cucu untuk pergi kepada orang kampung dengan membawa anak kucing yang didandani layaknya seperti manusia dengan sarung parang dipinggangnya dan menyuruh melepaskan anak kucing tersebut di tengah orang ramai. Si cucu pun mengikuti perintah sang nenek dan melaksanakan apa yang diperintahkan sang nenek si cucu melepaskan anak kucing tersebut ke tengah orang ramai dan ketika orang ramai tersebut melihat anak kucing tersebut sontak orang ramai tersebut meneriaki, mengolok, menertawakan, dan mencemooh anak kucing tersebut. Tak lama kemudian tiba-tiba langit berubah mendung dan gelap petir menyambar dimana-mana hujan batu pun turun seketika itu juga perkampungan tersebut berubah menjadi sebuah bukit yang diberi nama bukit sebomban dan sampai sekarang oarang Mayau masih memegang kepercayaan bahwa pamali menertawakan binatang terutama kucing. Dari kedua cerita di atas, mempunyai kemiripan dan nilai moral yang terkandung dari kedua cerita rakyat tersebut sama persis. Sebagai generasi muda, mari kita lestarikan cerita rakyat yang ada sekarang. Jangan sampai punah keberadaannya, karena ini merupakan warisan para pendahulu kita. Demikian cerita rakyat dari daerah Sambas yaitu Legenda Mak Miskin Dan Asal Usul Batu Betarup dan cerita dari Suku Dayak Mayau yaitu Legenda Batu Sebomban. Semoga artikel saya bisa bermanfaat dikemudian hari. Silahkan di share dan JANGAN LUPA SUMBER ARTIKELNYA harus disebutkan.
Kononnya, pada waktu dahulu ada sebuah gua ajaib di daerah sambas. Gua ini digelar batu belah batu bertangkup dan amat ditakuti oleh ramai penduduk kampung. Pintu gua ini boleh terbuka dan tertutup bila diseru dan sesiapa yang termasuk ke dalam gua itu tidak dapat keluar lagi. Suatu masa dahulu di sebuah kampung yang bernama pemangkat yang berdekatan dengan gua ajaib ini, tinggal Mak Tanjung bersama dua orang anaknya, Melur dan Pekan. Mak Tanjung asyik bersedih kerana baru kehilangan suami dan terpaksa menjaga kedua-dua anaknya dalam keadaan yang miskin dan daif. Pada suatu hari, Mak Tanjung teringin makan telur ikan tembakul. Dia pun pergi ke sungai untuk menangkapnya. Bukan main suka hatinya apabila dapat seekor ikan tembakul. “Wah, besarnya ikan yang mak dapat !” teriak Pekan kegembiraan. ” Ya, ini ikan tembakul namanya. Mak rasa ikan ini ada telurnya. Sudah lama mak teringin untuk memakan telur ikan tembakul ini,” kata Mak Tanjung. Mak Tanjung terus menyiang ikan tembakul itu. Dia pun memberikan kepada Melur untuk dimasak gulai. ” Masaklah gulai ikan dan goreng telur ikan tembakul ini. Mak hendak ke hutan mencari kayu. Jika mak lambat pulang, Melur makanlah dahulu bersama Pekan. Tapi, jangan lupa untuk tinggalkan telur ikan tembakul untuk mak,” pesan Mak Tanjung kepada Melur. Setelah selesai memasak gulai ikan tembakul, Melur menggoreng telur ikan tembakul pula. Dia terus menyimpan sedikit telur ikan itu di dalam bakul untuk ibunya. Melur dan Pekan tunggu hingga tengah hari tetapi ibu mereka tidak pulang juga. Pekan mula menangis kerana lapar. Melur terus menyajikan nasi, telur ikan dan gulai ikan tembakul untuk dimakan bersama Pekan. ” Hmmm..sedap betul telur ikan ini,” kata Pekan sambil menikmati telur ikan goreng. ” Eh Pekan, janganlah asyik makan telur ikan sahaja. Makanlah nasi dan gulai juga,” pesan Melur kepada Pekan. ” Kakak, telur ikan sudah habis. Berilah Pekan lagi. Belum puas rasanya makan telur ikan tembakul ini ,” minta Pekan. ” Eh, telur ikan ini memang tidak banyak. Nah, ambil bahagian kakak ini,” jawab Melur. Pekan terus memakan telur ikan kepunyaan kakaknya itu tanpa berfikir lagi. Enak betul rasa telur ikan tembakul itu! Setelah habis telur ikan dimakannya, Pekan meminta lagi. ” Kak, Pekan hendak lagi telur ikan,” minta Pekan kepada Melur. ” Eh , mana ada lagi ! Pekan makan sahaja nasi dan gulai ikan. Lagipun, telur ikan yang tinggal itu untuk mak. Mak sudah pesan dengan kakak supaya menyimpankan sedikit telur ikan untuknya ,” kata Melur. Namun, Pekan tetap mendesak dan terus menangis. Puas Melur memujuknya tetapi Pekan tetap berdegil. Tiba-tiba, Pekan berlari dan mencapai telur ikan yang disimpan oleh Melur untuk ibunya. ” Hah, rupa-rupanya ada lagi telur ikan! ” teriak Pekan dengan gembiranya. ” Pekan! Jangan makan telur itu! Kakak simpankan untuk mak,” teriak Melur. Malangnya, Pekan tidak mempedulikan teriakan kakaknya, Melur dan terus memakan telur ikan itu sehingga habis. Tidak lama kemudian, Mak Tanjung pun pulang. Melur terus menyajikan makanan untuk ibunya. ” Mana telur ikan tembakul, Melur? ” tanya Mak Tanjung. ” Err… Melur ada simpankan untuk mak, tetapi Pekan telah menghabiskannya. Melur cuba melarangnya tetapi….” ” Jadi, tiada sedikit pun lagi untuk mak? ” tanya Mak Tanjung. Melur tidak menjawab kerana berasa serba salah. Dia sedih melihat ibunya yang begitu hampa kerana tidak dapat makan telur ikan tembakul. ” Mak sebenarnya tersangat ingin memakan telur ikan tembakul itu. Tetapi….” sebak rasanya hati Mak Tanjung kerana terlau sedih dengan perbuatan anaknya, Pekan itu. Mak Tanjung memandang Melur dan Pekan dengan penuh kesedihan lalu berjalan menuju ke hutan. Hatinya bertambah pilu apabila mengenangkan arwah suaminya dan merasakan dirinya tidak dikasihi lagi. Mak Tanjung pasti anak-anaknya tidak menyanyanginya lagi kerana sanggup melukakan hatinya sebegitu rupa. Melur dan Pekan terus mengejar ibu mereka dari belakang. Mereka berteriak sambil menangis memujuk ibu mereka supaya pulang. ” Mak, jangan tinggalkkan Pekan! Pekan minta maaf ! Mak….” jerit Pekan sekuat hatinya. Melur turut menangis dan berteriak, ” Mak, Kasihanilah kami! Mak!” Melur dan Pekan bimbang kalau-kalau ibu mereka merajuk dan akan pergi ke gua batu belah batu bertangkup. Mereka terus berlari untuk mendapatkan Mak Tanjung. Malangnya, Melur dan Pekan sudah terlambat. Mak Tanjung tidak mempedulikan rayuan Melur dan Pekan lalu terus menyeru gua batu belah batu bertangkup agar membuka pintu. Sebaik sahaja Mak Tanjung melangkah masuk, pintu gua ajaib itu pun tertutup. Melur dan Pekan menangis sekuat hati mereka di hadapan gua batu belah batu bertangkup. Namun ibu mereka tidak kelihatan juga. Dan sampai sekarang tempat itu disebut tanjung batu yang terletak di Kecamatan Pemangkat. Sumber Filed under All About Everything
Pada suatu desa hiduplah sebuah keluarga miskin yang hanya terdiri dari seorang ibu dengan seorang anak. Anaknya sudah lumayan besar sekitar umur 7 tahun. Keluarga ini adalah keluarga yang paling miskin di desa itu. Orang selalu tidak menganggap keberadaan mereka dan mengucilkan mereka. Ibunya hanya bekerja sebagai pencari kayu bakar untuk menghidupi keluarganya. Suatu hari orang yang paling kaya di kampung itumengadakan selamatan yang kita tahu kalau orang kaya mengadakan selamatan, pasti seluruh warga kampung diundang. Setelah mendengar cerita itu, si anak merasa ingin sekali pergi ke acara selamatan itu karena seumur hidupnya dia tidak pernah pergi ke acara yang seperti itu. ”Aku tidak pernah pergi ke acara yang seperti itu” kata anak itu. Lalu anak itu bertanya kepada ibunya ”Mak, apakah kita diundang oleh orang di acara itu?” Lalu jawab ibunya ”Tak tahu ya, coba kamu bertanya ke orang di situ” Lalu jawab si anak lagi ”Mana ada mak orang yang mau memberitahu kita. Aku kan bau” ”Oh, kalau begitu biar mak saja yang bertanya” kata ibunya. Pergilah ibunya itu. Kemudian bertanyalah ibunya ke tetangga itu ”Eh, apakah aku diundang di acara itu?” ”Tak tahu ya. Sepertinya tidak ada. Aku Cuma mengundang orang yang namanya di sini” kata tetangga tadi itu. Rasa kesal ibunya menyeruak. Kemudian sadarlah dia bahwa mungkin dia adalah orang paling miskin di kampungnya. Kemudian diberitahukannya kepada si anak bahwa keluarganya tidak diundang oleh orang yang mengadakan acara itu. Akan tetapi si anak ingin sekali seperti orang lain yang dapat makan enak. Kemudian dia nekad bahwa dia harus pergi ke acara itu. ”Mak…!” kata anak itu. ”Aku harus pergi ke acara itu apapun yang terjadi” kata anak itu lagi. Tibalah hari acara tersebut. Orang yang kaya tadi membuat tarub untuk acaranya tersebut. Tarub itu adalah tempat orang terhormat berkumpul seperti kiai, kepala kampung, dan sebagainya. Pakoknya orang kaya dan terhormat yang datang pada sebuah acara yang memang sengaja dibuat oleh orang. Begitu acara dimulai, berdatangan orang sekampung. Melihat orang sekampung pergi ke acara itu, si anak pun ikut pergi juga. Berdandanlah si anak. Ketika sampai di tarub, si anak ditahan oleh si penjaga tarub. ”Ada apa kamu ke sini? Kamu itu tidak diundang” kata penjaga tarub tadi. Kemudian penjaga tarub mendorong tubuh anak tersebut hingga jatuh. Merasa diperlakukan seperti itu, pulanglah si anak ke rumahnya. Setibanya di rumah, dia pun langsung memberitahu kepada ibunya apa yang di alaminya di acara tadi. Kemudian ibunya menyuruh dia untuk pergi kembali, pergilah si anak untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, anak tersebut tetap saja diusir oleh penjaga tarub tersebut. Penjaga tarub tersebut mendorong anak tersebut lagi. Kemudian si anak kembali ke rumah dan memberitahukan kejadian tersebut kepada ibunya. Sesampainya di rumah, ibu kembali menyuruh anaknya untuk mandi sampai bersih ”Coba kamu pergi lagi dan sebelum kamu pergi kamu harus mandi sampai bersih. Mungkin saja badanmu masih bau sehingga orang tidak mau menerimamu hadir di acara tersebut”. Kemudian si anak tanpa berpikir panjang menuruti perintah ibunya. Setelah mandi si anak langsung pergi ke acara tersebut untuk ketiga kalinya. Akan tetapi, anak tersebut masih juga didorong oleh si penjaga tarub tersebut. Dengan hati yang sedih si anak kembali lagi ke rumahnya dan memberitahukan lagi apa yang dialaminya kepada si ibu. Mendengar cerita anaknya, hati si ibu pun menjadi geram terhadap perlakuan si penjaga tarub terhadap anaknya, maka timbullah niat jahat si ibu. ”Oh, kalau begitu caranya orang dengan kami, kami juga bisa berbuat jahat dengan orang” kata si ibu. ”Kalau begitu, kamu dandani kucing kita ini dengan memakaikan baju kepadanya sehingga menjadi kucing yang benar-benar bagus. Kemudian kita bawa kucing tersebut ke acara orang kaya itu” kata si ibu. Kemudian si anak dengan si ibu pergi ke acara tersebut sambil membawa kucing yang sudah didandani tadi. Sampai di tarub, kucing yang sudah didandan layaknya manusia, dipakaikan baju, dipolesi bedak dan lipstik tebal-tebal dilemparkan oleh mereka di depan orang ramai. Melihat kucing tersebut, orang yang ada di tarub tersebut tertawa sekeras-kerasnya. Kucing itu pun berlari-lari kebingungan tidak terarah. Orang mengira kalau kucing tersebut sedang menari dan semakin besar ketawa orang yang ada di situ. Tidak lama kemudian, tiba-tiba petir pun menyambar dan menyambar orang yang ada di tarub tersebut. Kemudian orang yang terkena sambaran petir itu menjadi batu beserta tarubnya. Akan tetapi, si anak dengan si ibu tadi bersembunyi di batang bambu. Sampai sekarang, jika petir menyambar gesekkan saja batang bambu agar tidak terkena smbaran petir itu. Begitulah cerita mengapa disebut batu betarub yang sekarang batu tersebut terdapat di kampung Daup, Kecamatan Galing, Kabupaten Sambas. Sumber Filed under All About Everything
Pada suatu desa hiduplah sebuah keluarga miskin yang hanya terdiri dari seorang ibu dengan seorang anak. Anaknya sudah lumayan besar sekitar umur 7 tahun. Keluarga ini adalah keluarga yang paling miskin di desa itu. Orang selalu tidak menganggap keberadaan mereka dan mengucilkan mereka. Ibunya hanya bekerja sebagai pencari kayu bakar untuk menghidupi keluarganya. Suatu hari orang yang paling kaya di kampung itumengadakan selamatan yang kita tahu kalau orang kaya mengadakan selamatan, pasti seluruh warga kampung diundang. Setelah mendengar cerita itu, si anak merasa ingin sekali pergi ke acara selamatan itu karena seumur hidupnya dia tidak pernah pergi ke acara yang seperti itu.”Aku tidak pernah pergi ke acara yang seperti itu” kata anak anak itu bertanya kepada ibunya ”Mak, apakah kita diundang oleh orang di acara itu?”Lalu jawab ibunya ”Tak tahu ya, coba kamu bertanya ke orang di situ”Lalu jawab si anak lagi ”Mana ada mak orang yang mau memberitahu kita. Aku kan bau””Oh, kalau begitu biar mak saja yang bertanya” kata ibunya itu. Kemudian bertanyalah ibunya ke tetangga itu ”Eh, apakah aku diundang di acara itu?””Tak tahu ya. Sepertinya tidak ada. Aku Cuma mengundang orang yang namanya di sini” kata tetangga tadi kesal ibunya menyeruak. Kemudian sadarlah dia bahwa mungkin dia adalah orang paling miskin di kampungnya. Kemudian diberitahukannya kepada si anak bahwa keluarganya tidak diundang oleh orang yang mengadakan acara tetapi si anak ingin sekali seperti orang lain yang dapat makan enak. Kemudian dia nekad bahwa dia harus pergi ke acara itu. ”Mak...!” kata anak itu.”Aku harus pergi ke acara itu apapun yang terjadi” kata anak itu hari acara tersebut. Orang yang kaya tadi membuat tarub untuk acaranya tersebut. Tarub itu adalah tempat orang terhormat berkumpul seperti kiai, kepala kampung, dan sebagainya. Pakoknya orang kaya dan terhormat yang datang pada sebuah acara yang memang sengaja dibuat oleh orang. Begitu acara dimulai, berdatangan orang sekampung. Melihat orang sekampung pergi ke acara itu, si anak pun ikut pergi juga. Berdandanlah si anak. Ketika sampai di tarub, si anak ditahan oleh si penjaga tarub. ”Ada apa kamu ke sini? Kamu itu tidak diundang” kata penjaga tarub tadi. Kemudian penjaga tarub mendorong tubuh anak tersebut hingga jatuh. Merasa diperlakukan seperti itu, pulanglah si anak ke rumahnya. Setibanya di rumah, dia pun langsung memberitahu kepada ibunya apa yang di alaminya di acara tadi. Kemudian ibunya menyuruh dia untuk pergi kembali, pergilah si anak untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, anak tersebut tetap saja diusir oleh penjaga tarub tersebut. Penjaga tarub tersebut mendorong anak tersebut lagi. Kemudian si anak kembali ke rumah dan memberitahukan kejadian tersebut kepada ibunya. Sesampainya di rumah, ibu kembali menyuruh anaknya untuk mandi sampai bersih ”Coba kamu pergi lagi dan sebelum kamu pergi kamu harus mandi sampai bersih. Mungkin saja badanmu masih bau sehingga orang tidak mau menerimamu hadir di acara tersebut”Kemudian si anak tanpa berpikir panjang menuruti perintah ibunya. Setelah mandi si anak langsung pergi ke acara tersebut untuk ketiga kalinya. Akan tetapi, anak tersebut masih juga didorong oleh si penjaga tarub tersebut. Dengan hati yang sedih si anak kembali lagi ke rumahnya dan memberitahukan lagi apa yang dialaminya kepada si ibu. Mendengar cerita anaknya, hati si ibu pun menjadi geram terhadap perlakuan si penjaga tarub terhadap anaknya, maka timbullah niat jahat si ibu. ”Oh, kalau begitu caranya orang dengan kami, kami juga bisa berbuat jahat dengan orang” kata si ibu.”Kalau begitu, kamu dandani kucing kita ini dengan memakaikan baju kepadanya sehingga menjadi kucing yang benar-benar bagus. Kemudian kita bawa kucing tersebut ke acara orang kaya itu” kata si si anak dengan si ibu pergi ke acara tersebut sambil membawa kucing yang sudah didandani di tarub, kucing yang sudah didandan layaknya manusia, dipakaikan baju, dipolesi bedak dan lipstik tebal-tebal dilemparkan oleh mereka di depan orang ramai. Melihat kucing tersebut, orang yang ada di tarub tersebut tertawa sekeras-kerasnya. Kucing itu pun berlari-lari kebingungan tidak terarah. Orang mengira kalau kucing tersebut sedang menari dan semakin besar ketawa orang yang ada di situ. Tidak lama kemudian, tiba-tiba petir pun menyambar dan menyambar orang yang ada di tarub tersebut. Kemudian orang yang terkena sambaran petir itu menjadi batu beserta tarubnya. Akan tetapi, si anak dengan si ibu tadi bersembunyi di batang bambu. Sampai sekarang, jika petir menyambar gesekkan saja batang bambu agar tidak terkena smbaran petir itu. Begitulah cerita mengapa disebut batu betarub yang sekarang batu tersebut terdapat di kampung Daup, Kecamatan Galing, Kabupaten M. Alwi
cerita rakyat sambas batu betarup